16/03/2017
BG.KB
Kamu kejam, tegur aku bila itu salah!
Kemarin aku
masih mencari, tapi kamu rayu aku untuk mendekat.
Kenapa kamu
menerima? Karena aku tahu saat itu yang seperti kamu sulit aku dapat.
Jadi kamu
menyesal? Tidak dan iya.
Tidak,
karena kamu aku dikenal dan mengenal makhluk yang juga merasakan hal sama
seperti aku.
Iya, karena
kamu aku merasa sendiri di sini.
Meskipun
kamu berteriak “aku selalu bersamamu!”, sungguh aku tetap merasa sendiri.
Sesekali aku
menangis bersama gelap, karena cahaya jarang bersahabat.
Seringkali
aku berpikir, mengapa sangat sedikit yang seperti kamu?
Pernah aku
mencoba saat yang seperti kamu ada, namun bukan aku yang kamu lirik.
Sekali lagi
bukan aku.
Bahkan
ucapan salam sebagai awal tanda aku serius pun kamu cabik-cabik.
Beruntung
saat itu aku jauh.
Hingga kamu
tidak melihat mata ini kembali merah berair.
Sekarang,
untuk kamu yang kini ku dapat.
Haruskah aku
pergi untuk mencari kamu yang lain?
Ataukah kamu
masih ingin merayuku untuk tetap sabar dengan harapan hadirnya kemewahan?
Tolong
dijawab!
Pikirkan
dulu sebelum kamu menjawab.
Pasti aku
beri waktu jika itu perlu.
Aku tidak
seperti yang kamu lihat di awal.
Bahkan itu
bukan aku.
Hanya cara
yang saat itu aku gunakan.
Cara agar
kamu tampak dihargai dan dinanti.
Namun
sekarang kamu kelewatan.
Kamu hanya menggunakan
aku untuk keuntungan.
Bukan
keuntungan aku.
Apa karena
kamu tahu kalau yang seperti kamu sulit untuk aku dapat?
Mudah-mudahan
tidak seperti itu.
Karena aku
sangat menghargai hidup.
Ada hidup
yang harus aku hidupi.
Jika kamu
tahu aku seseorang yang kritis.
Mungkin kamu
enggan untuk mendekat.
Oh tidak.
Kamu selalu
pintar untuk memikat.
Keahlianmu
aku akui.
Karena bukan
cuma aku, mereka juga.
Hari ini aku
tanyakan kembali tentang kesetiaanmu.
Tapi
jawabanmu masih sama.
Sabar, ada
banyak air dan buah segar di ujung jalan.
Selalu itu
yang kamu ucap.
Padahal aku
sudah mulai kering dan kurus.
Aku tidak
tahu.
Apakah aku
sanggup merangkak hingga di ujung jalan?
Atau aku
justru mati karena jakun yang tertelan.
Saat ini aku
hanya bisa berucap.
Kamu kejam, tegur aku bila itu salah!
sugoi muhar san!!! keep writing...
BalasHapusganbatte nee!!
Terimakasih mbak Niela :D
HapusSugoi kimochi, bakayaro!
BalasHapushaha apaan itu bg Ziel?
HapusGangbate
BalasHapusTerimakasih bos Dafi. Sering-sering mampir boss hehe
HapusWah, ternyata dirimu jago bersastra ya kawan! Lanjut kan, menggunakan satra untuk mengungkapkan suatu hal sangat etis, dan terlihat intelek dibandingkan hanya bercurcol nggak jelas di medsos. Btw, diresponlah komentar teman2nya tu :D
BalasHapusMakasih mbak Yelli responnya. hahaha..Lebih jagoan mbak Yelli sastranya.
Hapushehe Iya mbak, sudah saya respon komentar teman-teman pembaca. Terimaksih mbak sudah berkunjung. ;)